
Imam Bukhari
dalam shahihnya mengatakan: Imam Qatadah berkata: Allah menciptakan bintang-bintang
untuk 3 tujuan; sebagai perhiasan langit, pelempar syaithan, dan sebagai
petunjuk, maka barang siapa yang mena'wilkannya selain 3 hal diatas
maka ia telah salah, menghilangkan kebahagiaannya dan membebani diri dengan
ilmu yang tidak diketahuinya. [1]
Syaikh Islam
Ibnu Taimiyah t mengatakan: tanjim
yaitu mengambil petunjuk dengan keadaan falak atas peristiwa yang terjadi diatas
bumi.
HIKMAH DICIPTAKANNYA BINTANG
1. perhiasan
untuk langit
ولقد
زينا السماء الدنيا بمصابيح وجعلناها رجوما للشياطين، وأعتدنا لهم عذاب السعير
Artinya: "Sesungguhnya kami Telah menghiasi langit
yang dekat dengan bintang-bintang, dan kami jadikan bintang-bintang itu
alat-alat pelempar syaitan, dan kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang
menyala-nyala. (QS Al Mulk: 5)
Karena
manusia jika melihat langit yang terang (bersih) di malam hari tanpa ada bulan yang
menerangi dan tak ada lampu yang menyinari, maka ia akan melihat bintang dengan
keindahan yang begitu besar yang tidak ketahui kecuali oleh Allah Ta'ala,
seakan-akan ia berada ditengah hutan yang dihiasi dengan macam-macam logam
perak yang mengkilap, ini adalah bintang besar yang bersinar kemerahan, yang
ini berwarna kebiruan, dan ini adalah sesuatu yang dapat disaksikan.
Kemudian ada
pertanyaan; pada dlahir ayat diatas disebutkan bahwa bintang itu rapat atau
melekat dengan langit, apakah itu benar? Jawabannya: tidak benar jika bintang
itu melekat atau rapat dengan langit, karena Allah Ta'ala berfirman:
وهو
الذى خلق الليل والنهار والشمس والقمر كلُّ فى فلك يسبحون
Artinya:
"Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan.
masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (QS Al
Anbiya': 33)
يسبحون yaitu: beredar di dalam
garis edarnya.
Kemudian
jika dikatakan: "Kami telah hiasi langit dunia" bukankah ini
menunjukkan kerekatan pada langit? Kita katakan: menghiasi sesuatu atas sesuatu
yang lain tidaklah harus merekat atau menempel, apakah engkau tidak melihat
seorang yang menghias istana dengan lampu-lampu yang besar dan indah, tapi
tidak menempel pada dindingnya, maka orang yang melihatnya dari kejauhan, ia
melihatnya sebagai hiasan, walaupun pada dasarnya tidak menempel.[2]
الدنيا dari أدنى (muannast) yaitu langit diatas bumi, maksudnya sisa daripada
langit-langit yang ada, tidak ada didalamnya lampu-lampu seperti
bintang-bintang.[3]
2. pelempar
syaithan
yaitu
syaithan dari kalangan jin yang mencuri kabar dari langit bukan manusia, karena
syaithan manusia tak dapat mencapainya, tapi syaithan jin dapat mencapainya.
Allah Ta'ala berfirman akan kemampuan jin;
(QS Shad:
37-38) (QS An Naml: 39) (QS Al Jin: 9) [4]
Meskipun
demikian syaithan tak dapat mencapai langit-langit yang lain, karena
langit-langit itu terjaga, sebagaimana dalam hadist tentang isra' Rasulullah n:
لها أبواب تطرق ولا يدخل منها إلا بإذن
"padanya terdapat pintu-pintu, tidak dapat masuk kedalamnya
kecuali dengan ijinNya"
Dan
sebagaimana firmanNya dalam surat Al A'raaf: 40
Artinya: "Sesungguhnya
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan menyombongkan diri terhadapnya,
sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit[1] dan tidak
(pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum[2]. Demikianlah
kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.
[1] artinya: doa dan amal mereka tidak diterima oleh
Allah.
[2] artinya: mereka tidak mungkin masuk surga sebagaimana
tidak mungkin masuknya unta ke lubang jarum.
Dengan
demikian maka tetap bahwa bintang itu khusus dilangit dunia, dan syaithan itu
tidak ada kecuali di langit dunia. Dan Allah telah menunjukkan dalam firmanNya
yang lain:
إنا
زينا السماء الدنيا بزينة الكواكب. وحفظا من كل شيطان ماردٍ
Artinya:
"Sesungguhnya kami Telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan,
yaitu bintang-bintang, Dan Telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap
syaitan yang sangat durhaka. (QS As Shaffat: 6-7)
وجعلناها
رجوما للشياطين (dan Kami
jadikan bintang itu alat-alat pelempar syaithan)
Yaitu meteor
atau bintang dari api. (QS An Naml: 7)
Artinya: "(Ingatlah)
ketika Musa Berkata kepada keluarganya: "Sesungguhnya Aku melihat api. Aku
kelak akan membawa kepadamu khabar daripadanya, atau Aku membawa kepadamu suluh
api supaya kamu dapat berdiang". (QS An Naml: 7)
Syahab itu
adalah api. Dan syahab itu dilemparkan kepada syaithan tatkala mencuri
pendengaran dari langit. (QS Al Jin: 9) (QS As Shaffat: 10)
Kemudian
muncul suatu pertanyaan, jika jin itu diciptakan dari api, maka bagaimana jin
itu bisa terbakar dengan api? (QS Ar Rahman: 15)
Jawab:
Imam Fakhrur
Razy berkata: api itu sebagian lebih kuat dari sebagian yang lain, maka yang
kuat menang daripada yang lemah, sebagaimana dalam ayat yang lain:
وأعتدنا
لهم عذاب السعير
السعبر (api yang sangat panas) kemudian telah ma'lum bahwa api itu
bertingkat-tingkat, sebagian lebih kuat dari sebagian yang lain, dan ini adalah
perkara yang dapat diindera, sungguh sebagian alat yang terbuat dari besi dapat
dilunakkan dengan alat yang terbuat dari besi juga, besi yang lebih kuat dapat
memecahkannya.[5]
3. sebagai
petunjuk
sebagaimana
firman Allah Ta'ala dalam surat An Nahl ayat: 15-16
وألقى
فى الألرض رواسي أن تميد بكم وأنهارا وسبلا لعلكم تهتدون. وعلامات وبالنجم هم
يهتدون
Artinya:
"Dan dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang
bersama kamu, (dan dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu
mendapat petunjuk, Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). dan dengan
bintang-bintang Itulah mereka mendapat petunjuk. (QS An
Nahl: 15-16)
Hikmah yang
ke-tiga ini sekaligus menjadi bantahan kepada penyembah bintang, karena bintang
hanya diciptakan sebagai petunjuk di kegelapan darat dan laut.[6]
وهو
الذى جعل لكم النجوم لتهتدوا بها فى ظلمات البر والبحر قد فصلنا الأيات لقوم
يعلمون
Artinya:
"Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu
menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah
menjelaskan tanda-tanda kebesaran (kami) kepada orang-orang yang Mengetahui. (QS Al
An'am: 97)
Tatkala
kalian tersesat dan bingung dalam perjalanan, maka Allah kmenjadikan
bintang sebagai petunjuk jalan, mereka membutuhkan adanya petunjuk untuk
maslahat perdagangan dan perjalanan. Diantara bintang itu ada yang tetap dapat
dilihat, dan tidak bergeser pada tempatnya, ada pula yang terus beredar, orang
yang ahli dalam bidang itu akan tahu peredarannya, dan tahu arah dan waktu.
Kemudian ayat diatas dan semisalnya menunjukkan atas masyru'iyah mempelajari
ilmu perbintangan dan peredarannya yang dinamakan dengan Ilmu Tasyir.
قد
فصلنا الأيات maksudnya kami
telah menerangkan dan menjelaskannya, dan kami bedakan setiap jenis dan
macamnya dari yang lain, dengan tanda-tanda kebesaran Allah kyang tampak
dan jelas.
لقوم
يعلمون maksudnya untuk ahli ilmu, karena
merekalah khithab yang dituju pada ayat ini, dan dimintai dari mereka jawaban.
Berbeda dengan orang bodoh yang menentang ayat-ayat Allah kdan dari
ilmu yang telah disampaikan oleh para rasul u,maka
sesungguhnya keterangan tidak bermanfaaat bagi mereka, rincian tidak
menghilangkan keraguan mereka, dan penjelasan tidak dapat mengungkap
(menyelesaikan) masalah mereka.[7]
Dlahir ayat
diatas menunjukkan bahwa hikmah diciptakannya bintang adalah sebagai petunjuk
saja, tapi disana ada ayat-ayat lain yang menunjukkan akan hiknah diciptakannya
bintang. (QS An Nahl: 16) (QS Al Mulk: 5) (QS As shaffat: 6-10) (QS Fusshilat:
12)
Kemudian
Allah kmenyebutkan 2 macam tanda atau alamat yang dapat
dijadikan sebagai petunjuk yaitu;
a)
أرضية yaitu mencakup seluruh apa yang diciptakan Allah kdiatas bumi,
seperti gunung, sungai, jalan, lembah dan sebagainya.
b)
أفقية seperti dalam firmanNya (QS An Nahl: 16)
النجم adalah isim jenis yang tidak dikhususkan untuk bintang
tertentu, karena setiap kaum memiliki cara tersendiri mengambil petunjuk dari
bintang ini, untuk mengetahui arah kiblat, daratan, atau lautan. Yang demikian
ini termasuk dari ni'mat Allah kyang telah
menundukkan bintang, menjadikannya diatas yang tinggi, hingga setiap orang
dapat melihatnya, karena di malam hari kamu tak dapat melihat gunung atau
lembah.[8]
"Dan Dia telah menundukkan
untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat)
daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir". (QS Al
Jatsiyah: 13)
ILMU
BINTANG YANG DILARANG
ولا
تقف ما ليس لك به علم، إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسؤولا (الإسراء:
36)
Artinya: "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya.
ولا تقف ما ليس لك به
علم
Berkata Al Kilaby t: "jangan
kamu katakan apa yang tidak kamu ketahui"
Imam Qatadah t berkata:
"jangan kamu katakan: saya telah mendengar padahal kamu tidak mendengar,
saya melihat padahal kamu tidak melihat, saya tahu padahal kamu tidak tahu,
maksudnya jangan kamu katakan sesuatu apa yang tidak kamu ketahui".
إن
السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسؤولا
Al Waliby t berkata
–dari Ibnu Abbas z- "Allah akan menanyakan pada
hambaNya untuk apa mereka menggunakannya (pendengaran, penglihatan dan hati)
عالم
الغيب فلا يظهر على غيبه أحدا إلا من ارتضى من رسول ..... (الجن: 26-27)
Artinya: "(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang
ghaib, Maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali
kepada Rasul yang diridhai-Nya, Maka Sesungguhnya dia mengadakan
penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.
Imam Ibnu Jauzy t berkata:
"yang mengetahui hal ghaib adalah Allah Ta'ala semata, tidak ada sekutu
bagiNya dalam kerajaanNya, maka Dia tidak akan memberitahukan hal yang ghaib
kepada seorangpun kecuali atas siapa yang diridhoiNya dari utusanNya, dengan
sesuatu yang dikehendakiNya. Ayat ini adalah dalil atas siapa yang menyangka
bahwa bintang itu dapat menunjukkan hal yang ghaib maka ia telah kafir.[9]
Imam Khattaby t mengatakan:
"ilmu bintang yang dilarang adalah apa yang diyakini oleh ahli bintang
dari ilmu falak dan kejadian yang akan terjadi dimasa yang akan datang, seperti
waktu bertiupnya angin, turunnya hujan, perubahan harga dan sejenisnya dari
hal-hal yang mereka sangka bahwa kejadian itu dapat diketahui dengan peredaran
bintang di orbitnya, berkumpul dan berpisahnya, menyangka bahwa bintang itu
dapat mempunyai pengaruh (menentukan) apa yang akan terjadi".[10]
Ilmu bintang dibagi menjadi 2 bagian: 1.
Ilmu Ta'tsir 2. Ilmu Tasyir
1.
Ilmu Ta'tsir dibagi menjadi 3
macam
a.
Meyakini bahwa bintang itulah
yang menciptakan peristiwa dan kejahatan, ini termasuk syirik besar, karena
barang siapa yang menyangka bahwa ada pencipta lain bersama Allah kmaka ia
musyrik dan berbuat syirik besar, karena dia menjadikan makhluk yang
ditundukkan menjadi pencipta yang menundukkan.
b.
Menjadikannya sebagai sebab
dengan mengambil dalil pergerakannya, perpindahan dan perubahannya bahwa akan
terjadi hal ini dan itu. Seperti mengatakan: orang ini hidupnya akan sengsara
karena ia dilahirkan pada bintang ini, orang ini akan bahagia karena dilahirkan
pada bintang ini, maka yang demikian ini, yaitu mempelajari bintang sebagai
wasilah untuk mengaku-ngaku tahu akan ilmu ghaib, dan mendakwakan mengetahui
akan ilmu ghaib adalah kufur keluar dari millah, serta mendustakan alquran (QS
An Naml: 65)
c.
Meyakini bintang itu adalah
sebab datangnya kebaikan dan keburukan, maksudnya jika terjadi sesuatu ia
selalu sandarkan kepada bintang, serta tidak menyandarkan kepadanya kecuali
setelah kejadian, ini adalah syirik kecil.
2.
Ilmu Tasyir dibagi menjadi 2
macam:
a.
mengambil petunjuk dengan peredarannya
untuk maslahat diniyah, dan inilah yang diminta, seperti menentukan arah kiblat
dengan mengambil petunjuk bintang, maka disini terdapat faedah yang besar.
b.
Mengambil petunjuk dari
peredaran bintang dalam maslahat duniawi, maka ini tidak apa-apa. Ada 2 macam
bagian:
-
mengambil petunjuk untuk menentukan
arah, seperti mengetahui kutub bumi itu di utara, yang demikian ini
diperbolehkan. (QS An Nahl: 16)
-
mengambil petunjuk dari bintang
untuk mengetahui perpindahan atau pergantian musim, yaitu diketahui dengan
peredaran bulan, yang demikian ini dibenci oleh sebagian salaf, dan sebagian
lagi memperbolehkannya. Adapun yang membencinya, mereka khawatir jika
dikatakan: "jika bintang ini muncul, maka musim hujan atau kemarau telah
datang, atau sebagian lagi meyakini bahwa bintang itulah yang menimbulkan rasa
dingin, panas, atau bertiupnya angin'. Dan yang shahih adalah tidak dibenci,
sebagaimana yang akan datang insya Allah Ta'ala.
Diantara mereka yang membenci mempelajari tentang
peredaran bulan adalah Imam Qatadah t, begitu
juga Sufyan bin Uyainah t, tetapi Imam Ahmad dan Ishaq bin
Rahawaih رحمهما الله تعالى memperbolehkannya.
Dan yang shahih adalah tidak apa-apa mempelajari tempat
perputaran bulan, kecuali jika mempelajarinya untuk menyandarkan padanya
turunnya hujan, datangnya musim dingin, dan meyakini bahwa bintang itulah yang
menyebabkan itu semua, maka ini termasuk dari macam syirik. Adapun jika sekedar
mengetahui waktu, apakah musim semi, kemarau, atau hujan, maka ini tidak
apa-apa.[11]
Mengambil petunjuk dari bintang untuk mengetahui arah
dalam safar di darat atau laut, maka ini diperbolehkan mempelajarinya, dan
termasuk dari ni'mat Allah Ta'ala. (QS Al An'am: 97)
Ibnu Rajab t mengatakan:
"yang dimaksud mempelajarinya adalah ilmu tasyir bukan ta'tsir, karena
sesungguhnya ilmu ta'tsir itu batil, haram sedikit atau banyak, adapun ilmu tasyir,
jika dibutuhkan mempelajarinya untuk mngetahui arah kiblat, jalan, maka
diperbolehkan menurut jumhur, begitu juga mempelajari tempat berputarnya
matahari dan bulan untuk mengetahui arah kiblat, dan waktu-waktu shalat serta pergantian
musim.[12]
REFERENSI
1. Fathul Majid, syarh kitab at tauhid, Syaikh
Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, Daar al Fikr
2. Al Qaul Mufid 'ala
kitab at tauhid, Syaikh Muhammad bin Sholeh al Utsaimin, Maktabah al Ilmu
3. Adhwaul Bayan, Fie
Idhohi al quran bi alquran, Syaikh Muhammad Amin bin Muhammad Mukhtar, dikenal
dengan Imam Syanqithi, juz: 2, Dar al Kutub Ilmiyah
4. Qathf al Azhar fi Kasyfi al Asrar, Imam Jalaluddin
as Suyuthi, wafat: 911 H, ditahqiq oleh Ahmad bin Muhammad al Hamady, Daulat
Qathr
5. Taisir al Karim ar
Rahman fi Tafsir Kalam al Manan, Imam Abdurrahman Nashir as Sa'dy 1307-1376 H,
juz: 2, Markaz al Fajr
6. Al Irsyad ila Shohih al I'tiqad wa ar raddu 'ala
ahli as syirki wa al ilhad, Doktor Shaleh bin Fauzan Abdullah Fauzan, Daar Ibnu
jauzy
7. Ithaf al Kabair bi at tahdzib Kitab al Kabair, Imam
al Hafidz Syamsuddin adz Dzahaby wafat: 748 H, Daar al Fath
[1] Fathul Majid, syarh
kitab at tauhid, Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, hal: 381, Daar al
Fikr
[2] Al Qaul Mufid 'ala
kitab at tauhid, Syaikh Muhammad Sholeh al Utsaimin, hal: 362, Maktabah al Ilmu
[3] Adhwaul
Bayan, Fie Idhohi al quran bi alquran, Syaikh Muhammad Amin bin Muhammad
Mukhtar, dikenal dengan Imam Syanqithi,
juz:2 hal: 243, Dar al Kutub
Ilmiyah
[4] Al Qaul Mufid: 362
[6] Qathf al Azhar fi
Kasyfi al Asrar, Imam Jalaluddin as Suyuthi, wafat: 911 H, ditahqiq oleh Ahmad
bin Muhammad al Hamady, hal: 914, Daulat Qathr
[7] Taisir al Karim ar Rahman
fi Tafsir Kalam al Manan, Imam Abdurrahman Nashir as Sa'dy 1307-1376 H, hal:
266, juz: 2, Markaz al Fajr
[8] Al Qaul
Mufid, hal: 363
[9] Ithaf al Kabair bi at
tahdzib Kitab al Kabair, Imam al Hafidz Syamsuddin adz Dzahaby, hal: 199, Daar
al Fath
[10] Al Irsyad ila Shohih al
I'tiqad wa ar raddu 'ala ahli as syirki wa al ilhad, Doktor Shaleh bin Fauzan
Abdullah Fauzan, hal: 107, Daar Ibnu jauzy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar